Dengan lapisan tanah mencapai kedalaman hingga dua meter, atap hijau intensif mensyaratkan struktur bangunan khusus dan perawatan tanaman cukup rumit. Jenis tanaman tidak hanya sebatas tanaman perdu, tetapi juga pohon besar sehingga mampu menghadirkan satu kesatuan ekosistem.
Manfaat atap hijau bukan hanya sebatas peningkatan nilai estetika dan penghematan energi, pengurangan gas rumah kaca, peningkatan kesehatan, pemanfaatan air hujan, serta penurunan insulasi panas, suara dan getaran, tetapi juga penyediaan wahana titik temu arsitektur dengan jaringan biotop lokal. Perannya sebagai “batu loncatan” menjembatani bangunan dengan habitat alam yang lebih luas seperti taman kota atau area hijau kota lainnya.
Walaupun investasi yang dibutuhkan untuk membuat atap hijau cukup tinggi, bukan berarti upaya peduli lingkungan ini bertentangan dengan semangat mengejar keuntungan ekonomi, terbukti kini banyak fasilitas komersial yang menerapkan konsep atap hijau intensif. Salah satu di antaranya adalah Namba Park, sebuah mal gaya hidup di pusat kota Osaka.

Sistem irigasi atap hijau Namba Park menggunakan teknik penyiraman sprinkle yang diadopsi dari metode tradisional pendinginan jalan di Jepang, yaitu air hujan yang mengalir melalui jalan ditampung di bawah perkerasan jalan untuk kemudian ditapis kembali ke permukaan jalan dengan sistem kapiler. Hasil penelitian menunjukkan, selama proses evaporasi suhu permukaan atap hijau dapat ditekan hingga 25° Celsius lebih rendah dibandingkan dengan permukaan aspal.
Atap hijau kompleks Namba Park terbukti mampu mengurangi dampak panas akibat kegiatan di dalam bangunan maupun panas yang dihantarkan sosok bangunan. Hasil pengukuran suhu yang dilakukan perusahaan Obayashi selama tiga hari pada musim panas Agustus 2003 menunjukkan, rata-rata suhu atap hijau mencapai 17° Celsius lebih rendah dibandingkan dengan atap parkir di dekat Namba Park. Sedangkan panas yang ditransmisikan atap hijau ke dalam bangunan hanya mencapai sepersepuluh dari transmisi panas atap beton konvensional.
(Disarikan dari Kompas, 7 Oktober 2007 Oleh: Evawani Ellisa, Pengajar di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar